Site icon mencobausaha.com

Viktor E. Frankl dan Makna dari Kehidupan

Viktor E. Frankl
Viktor E. Frankl

Viktor E. Frankl dan Makna dari Kehidupan. Wabah Covid-19 yang tidak kunjung berakhir, memunculkan keputusasaan masyarakat akan situasi normal kembali. Apalagi sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang sanggup dan berhasil meredakan penyebaran virus ini.

Berputus asa bukanlah sikap yang seharusnya kita pilih, karena malah akan membuat keadaan semakin memburuk. Kita bisa memilih untuk bersikap positif jika kita mau, dan memperoleh makna dari peristiwa ini.

Pilihan kemana kita akan mengambil sikap membuat saya teringat akan kisah Viktor E. Frankl, beliau memilih untuk tetap berpikir positif dan selalu meyakini akan kebebasannya ditengah-tengah sebagian yang lainnya memilih untuk berputus asa dan pasrah akan datangnya kematian.

Baca juga : Kumpulan Kata Motivasi Bob Sadino (Bagian 2)

Sekilas Mengenai Viktor Emil Frankl

Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., lahir pada 26 Maret 1905 di Wina, Austria. Ia adalah seorang neorolog dan psikiater Austria serta korban Holocaust yang selamat.

Holocaust adalah persekusi dan pembantaian terhadap enam juta orang Yahudi oleh rezim Nazi dan kolaboratornya secara sistematis, birokratis dan disponsori negara.

Nazi naik ke tampuk kekuasaan di Jerman pada Januari 1933. Mereka meyakini Jerman sebagai “ras unggul” . Mereka mengklaim Yahudi sebagai “ras inferior” dan ancaman bagi apa yang dinamakan masyarakat rasial Jerman.

Pada Desember 1941 Frankl menikah dengan Tilly Grosser. Kemudian pada musim gugur tahun 1943, Ia dan keluarganya dideportasi ke kamp konsentrasi di Theresienstadt.

Pada 1944 Ia dipindahkan ke Auschwitz dan belakangan ke Kaufering dan Turkheim, dua kamp konsentrasi yang berdekatan dengan KZ Dachau. Ia dibebaskan pada 27 April 1945 oleh tentara AS. Frankl selamat dari Holocaust, tetapi istri beserta kedua orangtuanya dibunuh di kamp konsentrasi.

Viktor E. Frankl dan Logoterapi

Viktor E. Frankl juga adalah pendiri Logoterapi dan Analisis Eksistensial “Aliran Wina Ketiga” dalam psikoterapi. Logoterapi diambil dari kata logos yang telah diadopsi dari bahasa Yunani berarti “makna” (meaning) dan juga “ruhani” (spirituality).

Logoterapi ditopang oleh filsafat hidup dan insight mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi spiritual, selain dimensi somatis, dimensi psikologis dan dimensi sosial pada eksistensi manusia, serta menekankan pada makna hidup dan kehendak untuk hidup bermakna sebagai potensi manusia.

luginahijab.com

Filsafat Logoterapi mensiratkan sebuah harapan besar tentang masa depan kehidupan manusia yang lebih berharga dan bermakna. Teori tentang kodrat manusia dalam Logoterapi dibangun di atas tiga asumsi dasar, dimana antara yang satu dengan yang lainnya saling menopang, yakni :

1. The Freedom to Will (Kebebasan Bersikap dan Berkehendak)

Tentang kebebasan berkehendak pada dasarnya merupakan antitesa terhadap pandangan mengenai manusia yang sifatnya deterministik, sebagaimana filsafat yang mendasari pandangan Psikoanalisa dan Behaviorisme.

Frankl sendiri menyebut pandangan yang berbahaya tersebut sebagai “Pan- determinisme”. Pan-determinisme menurut Frankl adalah pandangan seseorang yang tidak menghargai kemampuannya mengambil sikap untuk mencapai kondisi yang diinginkannya.

Manusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan ditentukan oleh lingkungannya, namun dirinyalah yang lebih menentukan apa yang akan dilakukan terhadap berbagai kondisi itu. Dengan kata lain manusia lah yang menentukan dirinya sendiri.

2. The Will to Meaning (Kehendak untuk Hidup Bermakna)

Tentang kehendak untuk hidup bermakna, menurut Frankl merupakan motivasi utama yang terdapat pada manusia untuk mencari, menemukan serta memenuhi tujuan dan arti hidupnya.

Dalam menerangkan the will to meaning, Frankl berangkat dari kritiknya terhadap the will to pleasure (Sigmund Freud) dan the will to power (Alfred Adler), yang keduanya menganggap tujuan utama dari motivasi manusia adalah untuk mendapatkan kesenangan (pleasure) dan kekuasaan (power).

Mengenai kedua pendapat di atas, Frankl memberi catatan bahwa kesenangan bukanlah semata-mata tujuan hidup manusia, melainkan akibat sampingan (by product) dari sebuah tujuan itu sendiri.

Begitu juga dengan kekuasaan yang hanya menjadi sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Karena pada dasarnya pleasure dan power sebenarnya sudah tercakup ke dalam the will to meaning.

Frankl memang sengaja menyebut the will to meaning, bukan the drive to meaning, karna menurutnya makna dan nilai itu berada di luar diri manusia dan kebebasan manusia lah yang menentukan apakah ia akan menerimanya atau menolaknya.

3. The Meaning of Life (Tentang Makna Hidup)

Tentang makna hidup, Frankl beranggapan bahwa makna hidup itu bersifat unik, spesifik, personal, sehingga masing-masing orang mempunyai makna hidupnya yang khas dan cara penghayatan yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lainnya.

Seorang Logoterapis sama sekali tidak memberikan makna hidup tertentu pada klien-klien-nya, ia hanya membantu memperluas cakrawala pandangan klien mengenai kemungkinan-kemungkinan menentukan makna dan arti hidup, serta membantu mereka untuk menyadari tanggung jawab dari setiap tujuan hidup mereka.

Kesimpulan

Dari kisah Viktor E. Frankl di atas, kita bisa mengambil pelajaran, membandingkannya dengan peristiwa Covid-19 saat ini dan memilih untuk bersikap positif dalam menghadapinya.

Sebagaimana kisah Viktor E. Frankl yang terus berjuang dan menggunakan kebebasannya dalam bersikap dan berkehendak, ia memilih untuk bersikap positif dan meyakini akan kebebasannya dari kamp konsentrasi di Auschwitz. Sampai pada akhirnya ia bisa dibebaskan oleh tentara Amerika Serikat.

Seharusnya kita juga bisa menggunakan kebebasan tersebut untuk mengambil sikap yang positif dan meyakini bahwa Covid-19 ini akan berakhir sampai saatnya tiba.

Untuk mengakhiri artikel ini, saya akan meninggalkan beberapa kutipan (quote) dari Viktor E. Frankl, semoga dapat menginspirasi kita semua.

Exit mobile version